Isra Mi’raj adalah kisah yang paling ingar
bingar dalam dunia pengkisahan di kalangan muslim. Bejana kontroversinya tak
pernah berkurang, juga tak pernah penuh. Kisah ini menggantung antara langit
dan bumi. Ke bumi untuk difahami secara manusiawi tidak sampai, ke langit untuk
jadi komponen iman juga cukup kualifikasi. Peristiwa
Isra mi’raj banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil. Mari kita telaah hikmah di balik peristiwa Isra Mi'raj.
Saat ini, hampir
semua umat muslim
telah mengalami kecenderungan
terhadap hasil-hasil teknologi, dimana waktu
mereka habis dengan teknologi. Namun ketika ada kewajiban yang harus di selesaikan, misalkan kewajiban
untuk menunaikan solat fardhu tidak sesegera mungkin untuk menegakannya.
Jangan-jangan kebutuhan manusia terhadap Tuhannya semakin terkikis oleh teknologi ataupun duniawi.
Sementara
Rasulullah SAW. menyatakan Shalat adalah tiang agama. Begitu pula Ilmu merupakan
tiang keimanan dan vitalitas Islam. Disini terlihat jelas shalat dan ilmu
menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam dan Iman tidak akan dapat
berdiri tanpanya. Shalat merupakan tiang agama, seperti yang disebutkan dalam
QS. Al-Baqarah, 2:43: “Dan Dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”. Ayat
lain menyebutkan: “Maka apabila kamu
Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk
dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka
Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.“ (QS.
An-Nisaa, 4:103)
Kedudukan yang
sangat penting inilah menjadikan penerimaan wahyu shalat diberikan Allah
langsung kepada Nabi Muhammad SAW melalui Peristiwa Isra' Mi'raj bukan melalui
malaikat Jibril. Peristiwa ini disamping sebagai perjalanan spiritual juga
perjalanan untuk menghibur Nabi Muhamamd SAW setelah kehilangan istri
tercintanya (Khadijah) dan pamannya. Peristiwa ini diabadikan oleh Allah dalam
Surat Al Isra' ayat pertama: ‘‘Mahasuci
Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam
hari dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami beri berkah
sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
kebesaran Kami…”
Sedangkan
peristiwa Mi’raj disebutkan dalam QS. An-Najm: 13-18: ”Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga
tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.’‘ Diriwayatkan
dari Anas ra, dia berkata, “Shalat diwajibkan atas Nabi SAW pada malam beliau
di Israkan
sebanyak lima puluh, lalu dikurangi hingga menjadi lima. Kemudian beliau
diseru: wahai Muhammad, sesungguhnya ketetapan di sisi-Ku tidak dapat dirubah.
Dan sesungguhnya dengan lima ini kamu akan mendapatkan pahala lima puluh.”(HR.
Ahmad, Nasa’I dan Tirmidzi). Rasul yang mulia SAW bersabda, “Allah mewajibkan
lima puluh shalat atas umatku pada malam isra. Lalu aku terus meminta
pertimbangan-Nya dan memohon keringanan, hingga Dia menjadikannya lima dalam
sehari semalam.”(HR.Bukhari dan Muslim).
Abdullah ibn
Qarath menukilkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Amal yang pertama kali seorang hamba akan dihisab atasnya pada hari
kiamat adalah shalat. Jika shalatnya rusak, maka seluruh amalnya yang lain akan
rusak.” (HR.Thabrani).
Shalat tidak
bisa ditinggalkan dimanapun dan kapanpun - maka ada aturan shalat jama' dan
qashar, shalat dalam perjalanan maupun dalam keadaan perang. Marilah kita simak
firman Allah:
“dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum sholat, lalu sholatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” [QS An-Nisaa:102].
“dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum sholat, lalu sholatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” [QS An-Nisaa:102].
Aturan yang
sangat rinci tersebut menunjukkan bahwa shalat punya kedudukan penting, tinggal
persoalanya bagaimana implikasinya dalam ranah sosial? Shalat menjadikan
seseorang harus sangat tunduk pada Allah karena shalat memproses umat untuk
mengakui kekuasaan terbesar pada Allah karena di dalam shalat ada pernyataan:
Allahu Akbar dan di akhir shalat ada pembacaan penghormatan kepada Allah, Nabi
Muhammad, dan Nabi Ibrahim. Pada akhirnya memberikan salam (kedamaian di kanan
dan kiri orang yang shalat. Semestinya terwujud orang yang memiliki sifat
ikhsan. Hadits Bukhari 1 : 47 disebutkan Jibril as. dan Rasulullah Saw.
mengajarkan makna ihsan pada para sahabatnya.
Setelah shalat
semestinya orang tidak lagi berbuat buruk karena setiap apapun dilihat oleh
AllahS WT disamping dicatat oleh Malaikat Raqib dan 'Atid. Oleh karena itu
shalat bisa berfungsi sebagai penghalang dari perbuatan maksiat. Seperti yang
disebutkan QS. Al-Ankabut, 29:45: “Bacalah
apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.“
Ketika posisi
semacam itu bisa diterapkan oleh umat Islam maka Shalat bisa menjadi sarana
untuk mengobati penyakit hati. Hal itu disebutkan dalam surat QS. Al-Ma’arij,
70:19-23 yang berbunyi: Manusia memiliki sejumlah sifat mulia, seperti jujur,
syukur, dan pemaaf. Namun disamping itu, manusia juga memiliki sejumlah sifat
buruk, seperti putus asa, kikir, dan sombong. Shalat bisa menjadi sarana untuk
mengobati sifat-sifat buruk manusia. Allah SWT berfirman,“ Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, Kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya,“.
Kalau kemudian
ada pertanyaan mengapa banyak orang yang shalat masih banyak juga orang yang
berbuat keburukan? Karena banyak orang yang mengerjakan shalat hanya secara
fisik, tetapi harus dengan hati, sehingga terbentuk sikap Ihsan, yaitu: “Anta’budallah ka annaka taraah, fa’illam
takun taraah, fa’innahu yaraak.” Yang menyadari adanya hubungan dengan Allah
SWT, “Engkau mengabdi kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau
tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Marilah kita
mulai muhasabah diri untuk perubahan yang lebih baik lagi dalam hidup kita yang
hanya sementara ini, sehingga tidak ada penyimpangan dalam bentuk apapun yang dilakukan
ummat Islam khususnya. Marilah jadikan diri kita sebagai pelopor dengan
memanfaatkan momentum
isra’ mi’raj ini untuk menegakkan shalat dan syari’at islam secara sempurna. Wallahu a'lam Bishawab (Moch Muhram Fauzi – Kabid. PA HMI KOORKOM
UNISBA)
0 Response to "REFLEKSI HIKMAH ISRA’ MI’RAJ"
Posting Komentar